Bogor – exposkota.com
Proyek pemasangan Lampu Penerangan Jalan Umum (PJU) di Desa Bojong, Kecamatan Kelapanunggal, Kabupaten Bogor, tengah menjadi sorotan publik. Kegiatan yang menggunakan Dana Desa tahun anggaran berjalan tersebut diduga mengalami pengelembungan anggaran (mark-up).
Dugaan tersebut mencuat setelah awak media melakukan penelusuran harga di pasaran serta wawancara dengan sejumlah pihak yang memahami pengadaan PJU. Dari hasil investigasi, harga satu paket PJU yang meliputi lampu, tiang, serta ongkos kerja (HOK) di pasaran diperkirakan berada di kisaran Rp17.300.000 per unit, nilai yang dinilai tidak wajar.
“Lampu PJU seperti yang terpasang di Desa Bojong itu harganya sekitar Rp17.300.000 per unit sudah termasuk tiang dan HOK. Angka tersebut sudah tergolong sangat fantastis,” ujar salah satu penyedia lampu yang biasa mengerjakan proyek PJU di berbagai daerah kepada awak media.
Berdasarkan dokumen Rencana Anggaran Biaya (RAB) yang diperoleh, proyek pengadaan PJU tersebut mencakup 14 unit lampu, dengan total anggaran yang membuat harga per unit mencapai lebih dari Rp17.300.000. Selisih harga yang dinilai jauh dari standar pasar menimbulkan pertanyaan serius terkait transparansi dan akuntabilitas pengelolaan anggaran desa.
Potensi Kerugian Negara
Apabila hasil perbandingan harga tersebut benar, maka terdapat indikasi potensi kerugian negara yang nilainya dapat mencapai ratusan juta rupiah. Praktik mark-up anggaran berpotensi masuk dalam ranah tindak pidana korupsi jika terbukti dilakukan secara sengaja dan terstruktur.
Sejumlah warga Desa Bojong yang enggan disebutkan namanya berharap agar instansi terkait, seperti Inspektorat Daerah dan aparat penegak hukum, segera melakukan audit serta klarifikasi secara menyeluruh.
“Kami sebagai masyarakat hanya ingin pembangunan yang transparan dan sesuai aturan. Jika memang ada permainan harga, harus ditindak tegas,” ujar salah seorang warga.
Hingga berita ini diterbitkan, Pemerintah Desa Bojong belum memberikan keterangan resmi terkait dugaan mark-up tersebut. Awak media masih terus berupaya melakukan konfirmasi kepada Kepala Desa maupun pihak-pihak yang bertanggung jawab dalam proses pengadaan barang dan jasa desa.
Kasus ini menjadi pengingat bahwa Dana Desa, yang seharusnya menjadi instrumen percepatan pembangunan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat, tidak boleh dikelola secara serampangan apalagi diselewengkan demi kepentingan pribadi.
(Rawing)













































