EXPOSKOTA.COM-Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Bekasi, Syafri Doni Sirait, telah bersurat ke Kejaksaan Agung untuk kiranya bisa mengijinkan guna memanfaatkan lahan hasil sitaan Kejaksaan Agun di Muara gembong, Kabupaten Bekasi untuk dibangun Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sampah.
” Saat ini Kabupaten Bekasi hanya punya satu TPA yakni di Burangkeng, Setu, dan itu pun kondisinya sudah sejak 2013 dinyatakan over load,” ujar Doni kepada media dalam keterangan persnya, Rabu (19/03) di kantornya .
Karena daya tampung TPA yang sudah over load itula Doni sebagai Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Bekasi mengambil berbagai langkah dan kebijakan agar sampah di Kabupaten Bekasi bisa diantisipasi atau ditangani.
Namun berbagai langkah yang diambil Doni demi mengatasi masalah persampahan di Kabupaten Bekasi pada akhirnya menyerat dirinya menjadi tersangka melanggar UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Doni kepada media mengatakan bahwa dirinya tengah menjalani proses hukum atas dugaan kelalaian sebagaimana diatur dalam Pasal 99 UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
“Saya dipanggil KLH dua minggu lalu. Tuduhan kelalaian saya terima dengan tanggung jawab, tapi saya perlu meluruskan agar masyarakat tidak salah paham,” ungkap Doni lebih lanjut.
Ia memaparkan, berdasarkan audit Kementerian PUPR tahun 2014, TPA Burangkeng sudah dinyatakan overload sejak 2013. TPA seluas lima hektare yang beroperasi sejak 1997 hanya memakai sistem open dumping. Lahan bahkan berkurang karena proyek jalan tol.
“Longsor sudah sering terjadi. Saat saya menjabat sejak Mei 2023, kondisinya darurat. Kami langsung susun langkah penanganan,” jelas Doni.
Menurutnya, Pemkab Bekasi saat ini tengah mencari solusi jangka panjang. Salah satunya melalui skema KPBU dengan investor. Namun, lahan minimal lima hektar menjadi syarat utama, yang sampai hari ini belum dimiliki.
“Kami sudah bersurat ke Kejaksaan Agung untuk memanfaatkan lahan sitaan negara di Muaragembong. Hal ini juga sudah kami koordinasikan dengan Bupati ,” ujarnya.
Doni mengingatkan, penggunaan teknologi seperti RDF (Refuse-Derived Fuel) tidaklah murah. Kajian awal menunjukkan kebutuhan dana hingga Rp5 miliar per bulan untuk mengolah hanya 100 ton sampah.
“Produksi sampah Kabupaten Bekasi 2.200 ton per hari. Kalau RDF semua, biayanya hampir Rp1 triliun per tahun. Jelas tidak realistis,” bebernya.
Sebagai alternatif, DLH kini mendorong pengolahan sampah organik menjadi pakan maggot lewat Pusat Daur Ulang (PDU) Mekarmukti, yang sudah berjalan dan melibatkan masyarakat.
Doni menutup penjelasannya dengan menyebut bahwa saat ini DLH sedang menyusun roadmap pengelolaan sampah yang efisien, memaksimalkan bank sampah, dan bekerja sama dengan perguruan tinggi untuk menemukan teknologi yang tepat guna. (augus suzana)